TELUK BINTUNI, LinkPapua.com – Perusahaan Daerah Maju Mandiri (Perusda BMM) Teluk Bintuni, Papua Barat, disorot karena kapal pengangkut BBM senilai Rp7,7 miliar disebut mangkrak di Labuan Bajo. Aset yang dibeli dari APBD itu tak jelas keberadaannya dan belum pernah menyumbang PAD.
Koordinator Komunitas Peduli Masyarakat Miskin (Kopumami) Teluk Bintuni, Jakson Kareth, menilai manajemen Perusda gagal mengelola kapal SPOB yang dibeli dari CV Karya Lestari Industri, Samarinda.
“Yang saya dengar, kapal itu disewakan oleh pihak Perusda ke pengusaha minyak di daerah Bitung (Sulawesi Utara). Tapi, kabarnya kapal saat ini sedang bermasalah di Labuan Bajo,” ujar Jakson dalam keterangannya, Selasa (22/7/2025).
Jakson menyebut, seharusnya dari aktivitas penyewaan kapal tersebut, sudah ada pendapatan yang masuk sebagai kontribusi ke pendapatan asli daerah (PAD).
Faktanya, sejak kapal dibeli pada 2019 lewat penyertaan modal APBD Teluk Bintuni, perusahaan itu belum pernah menyetor PAD.
“Kalau tidak ada konstribusi terhadap PAD, lalu uang hasil sewa kapal itu ke mana? Ini yang harus menjadi perhatian kita bersama,” ketusnya.
Plt Direktur Perusda BMM, Yakob Kainama, tak menampik pihaknya belum pernah menyumbang PAD. Dia menyebut masalah warisan utang dari manajemen sebelumnya sebagai salah satu penyebab.
Yakob mengaku sejak ditunjuk sebagai pelaksana tugas, dirinya langsung mencari keberadaan kapal SPOB yang kabarnya sempat disewa pengusaha di Bitung. Setelah kontraknya berakhir, ia mencari penyewa baru agar aset tersebut tetap produktif.


Dia mengatakan, sempat ada pengusaha BBM dari Jakarta yang tertarik menyewa. Dalam kontraknya, kapal harus diserahkan dalam kondisi siap pakai.
Masalah muncul ketika kapal ternyata dalam kondisi rusak. Bagian bodi sudah keropos dan penuh lubang.
Kondisi itu terjadi karena sejak diluncurkan pada 2019 hingga 2024, kapal tersebut belum pernah docking sama sekali.
“Tinggal tunggu waktu saja kapal itu tenggelam di dasar laut. Padahal, untuk kapal pengangkut BBM seperti ini, tiga bulan sekali harus docking. Tapi, ini sudah berapa tahun tidak docking,” ungkapnya.
Penyewa pun menolak melanjutkan kontrak jika kapal tidak diperbaiki. Sementara Perusda BMM tidak punya dana untuk perbaikan.
Akhirnya, kapal diperbaiki penyewa dengan sistem potong dari uang sewa. Namun, hasilnya tetap belum bisa menyumbang PAD.
Yakob mengaku awalnya sempat berencana menyisihkan Rp100 juta dari hasil sewa untuk disetor ke kas daerah.
“Itu sebelum eksekusi kapal docking. Saya bicara dengan staf, kita sisihkan Rp100 juta untuk setor PAD,” sebutnya.
Namun, biaya docking justru membengkak. Selain memperbaiki bodi kapal, baling-baling juga harus diganti karena salah pasang dari awal.
“Pada akhirnya itu sudah. Biayanya over terhadap sewa kapal. Jadi, ya, mohon maaf, belum ada income atau pemasukan dari kapal ini. Mungkin tahun depan sudah mulai bisa,” tambahnya. (LP5/red)











