MANOKWARI, LinkPapua.id – Rektor Universitas Caritas Indonesia (UNCRI) Prof Dr Roberth KR Hammar mengupas sejarah kemerdekaan dan pentingnya kedaulatan ekonomi dalam Dialog Interaktif Astacita. Kegiatan ini mengusung tema Sejarah Kemerdekaan dan Peran Ekonomi untuk Indonesia Maju, Jumat (15/8/2025).
Prof Roberth memulai pemaparan dari masuknya Portugis ke Malaka pada 1511 di bawah Afonso de Albuquerque. Spanyol menyusul ke Maluku, memicu persaingan yang diatur lewat Perjanjian Tordesillas dan Saragosa.
“Tujuan utama bangsa Eropa kala itu adalah mengendalikan jalur perdagangan internasional dan sumber rempah bernilai tinggi,” ujarnya.
Pada 1602, Belanda mendirikan VOC dengan hak monopoli dagang dan kekuasaan administratif. VOC menguasai pelabuhan strategis, memaksakan kontrak paksa, hingga menerapkan kerja rodi.
Meskipun berhasil menyingkirkan Portugis dan Spanyol, VOC akhirnya bangkrut pada 1799. Penyebabnya adalah korupsi, perang, dan krisis keuangan.
Setelah itu, Pemerintah Hindia Belanda mengambil alih seluruh aset VOC. Mereka menerapkan Cultuurstelsel dan sistem ekonomi liberal yang menguntungkan Belanda, tapi membuat rakyat pribumi miskin.
“Kemiskinan struktural ini memicu lahirnya kesadaran nasional,” katanya.
Budi Utomo berdiri pada 1908, diikuti Sarekat Islam, Indische Partij, dan Perhimpunan Indonesia. Sumpah Pemuda 1928 mempersatukan visi kebangsaan yang puncaknya Proklamasi 17 Agustus 1945.
Menurutnya, kemerdekaan yang diproklamasikan Soekarno-Hatta adalah deklarasi kedaulatan politik. Namun, para pendiri bangsa juga menekankan pentingnya kedaulatan ekonomi.
Prof Roberth menyebut tiga prinsip Pasal 33 UUD 1945, yakni kekayaan alam dikuasai negara, perekonomian disusun berdasarkan asas kekeluargaan, dan cabang produksi penting dikuasai negara. Prinsip ini untuk mencegah monopoli asing.
Pasca-1945, strategi ekonomi diarahkan mengurangi ketergantungan pada modal dan pasar luar negeri. Langkah itu diwujudkan lewat nasionalisasi aset asing dan pembangunan berencana.
Pada era Orde Baru, pembangunan infrastruktur menjadi prioritas. Jalan tol, pelabuhan, bandara, listrik, dan internet dibangun untuk menghubungkan pusat produksi ke pasar domestik dan global.
Pemberdayaan sumber daya alam dilakukan dengan prinsip keberlanjutan. Penguatan SDM dilakukan melalui pendidikan vokasi, inovasi teknologi, dan pelatihan kerja.
“Revolusi Industri 4.0 mendorong pengembangan ekonomi digital, start-up, dan e-commerce sebagai motor pertumbuhan baru,” ucapnya.
Prof Roberth menekankan pentingnya nasionalisme ekonomi dengan mengutamakan produksi nasional dan keberpihakan pada UMKM. Pertumbuhan ekonomi juga harus selaras dengan pemerataan pendapatan dan perlindungan lingkungan.
“Indonesia punya posisi strategis di jalur perdagangan global yang bisa dimanfaatkan untuk menjadi pusat logistik Asia-Pasifik,” terangnya.
Rektor UNCRI juga menyinggung kebijakan global yang memengaruhi perekonomian, termasuk kebijakan perdagangan Presiden AS Donald Trump pada 2025. Dia menilai kebijakan tarif dan penghapusan de minimis berdampak pada ekspor Indonesia.
“Peluangnya adalah Indonesia bisa menarik investasi manufaktur lewat strategi China+1, tapi risikonya biaya ekspor ritel ke AS akan naik,” tuturnya.
Menurutnya, kunci respons Indonesia adalah bauran kebijakan fiskal-moneter yang kredibel. Selain itu, strategi penetrasi pasar dan percepatan hilirisasi dinilai perlu dipercepat.
“Integrasi nilai perjuangan kemerdekaan dengan strategi pembangunan ekonomi berkelanjutan adalah kunci menuju Indonesia Maju 2045,” tegasnya. (*/red)