TELUK BINTUNI, linkpapua.id– 78 kontestan akan ikut meramaikan Festival Rajut Noken Kemerdekaan yang digelar Yayasan Phapeda Teluk Bintuni, Sabtu lusa (16/7/2025). 78 peserta didominasi mama-mama Papua.
Para peserta mengikuti technical meeting di Rumah Makan Ny Meneer Kampung Lama, Kamis (14/8/2025) siang. Selain mama-mama Papua, sebagian peserta juga datang dari ibu-ibu suku Nusantara.
Dalam kesempatan itu, panitia menyampaikan beberapa peraturan yang harus dipatuhi peserta. Pertama adalah soal tahapan merajut noken.


Untuk noken yang akan dipamerkan dalam festival, dipersilakan untuk dirajut di rumah hingga sampai 80 persen atau sampai pada ukuran tinggi 20 cm x lebar 20 cm.
Sisanya, untuk merajut noken hingga selesai dengan ukuran lebar 20 cm x tinggi 25 cm lengkap dengan tali gantungannya, peserta harus menyelesaikan di arena festival yang akan digelar di ruas jalan Bintuni Kalitubi pada Sabtu (16/8/2025) pagi.


“Nanti kita akan mulai festival tepat jam 8 pagi, dan sudah harus selesai untuk kita pamerkan pada jam 10. Jadi mohon datang tepat waktu,” kata Rasyid Woretma, salah seorang panitia saat menyampaikan penjelasan teknis kegiatan.
Pendaftaran Festival Rajut Noken ini tidak dipungut biaya alias gratis. Bahkan, peserta mendapatkan benang sebagai bahan noken, lengkap dengan hakpen dan gunting sebagai peralatannya.
Bukan hanya itu, di akhir festival, seluruh peserta yang sudah menyelesaikan rajut nokennya, akan mendapatkan uang kreativitas sebesar Rp 200 ribu. Bagi peserta yang nokennya terpilih sebagai noken favorit versi pengunjung, panitia menyiapkan uang penghargaan masing-masing senilai Rp 1,5 juta (untuk favorit I), Rp 1 juta (Favorit II) dan Rp 750 ribu (noken favorit III).
“Pengunjung yang akan menentukan noken favorit. Bukan panitia,” tukas Rasyid.
Sementara dari peserta yang hadir dalam penjelasan teknis kegiatan, bukan hanya mama Papua dan ibu-ibu. Sejumlah peserta yang terdaftar, diketahui adalah generasi muda yang masih lajang.
“Ini sinyal positif bentuk regenerasi tradisi merajut noken yang merupakan kerajinan tangan khas Papua. Jangan sampai noken yang akan kita pakai ke depan, sudah merupakan hasil produksi pabrikan ketika tidak ada lagi generasi yang bisa merajut noken,” ungkap Christine Mustamu, Ketua Yayasan Phapeda. (LP5/red)


























