TELUK BINTUNI, LinkPapua.id – Dua pejabat PT Pos Indonesia ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan dan distribusi beras untuk ASN di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat. Polisi menemukan bukti kuat adanya penyaluran fiktif, penjualan beras ASN, dan aliran dana miliaran rupiah ke rekening pribadi.
“Penyidikan belum berhenti di dua nama ini. Kami masih mendalami keterlibatan pihak lain, termasuk kemungkinan adanya oknum dari perusahaan maupun penerima dana,” ujar Kasat Reskrim Polres Teluk Bintuni AKP Boby Rahman dalam keterangannya, Selasa (7/10/2025).
Kasus ini bermula dari program pengadaan beras senilai Rp14,48 miliar yang dialokasikan Pemkab Teluk Bintuni untuk kebutuhan ASN tahun 2023. Pengadaan dilakukan melalui Perum Bulog Cabang Manokwari sebanyak 1.096 ton beras.
“Bulog telah menyalurkan beras sampai di gudang Manokwari dan dari situ tanggung jawab distribusi beralih ke PT Pos Indonesia,” katanya.
Namun, distribusi tidak berjalan sebagaimana mestinya. PT Pos Indonesia melakukan subkontrak berlapis, mulai dari PT Pos Logistik Indonesia hingga PT Alton Yogantara Perkasa.
Distribusi di lapangan dikoordinir oleh HR menggunakan truk dari Manokwari ke Teluk Bintuni. Pada awalnya pengiriman berjalan lancar hingga Juli 2023, namun mulai Agustus, distribusi diambil alih langsung oleh RM, pimpinan PT Pos Indonesia Cabang Manokwari.
Boby mengatakan dari titik inilah dugaan penyimpangan besar terjadi. Sejumlah pejabat OPD menandatangani berita acara penyaluran sebelum beras benar-benar diterima.
“Sebagian besar berita acara penyaluran (BAP) ditandatangani oleh pejabat OPD sebelum beras benar-benar diterima. Hal itu dilakukan karena batas waktu penagihan ke DJPb Papua Barat adalah 15 Desember 2023,” ungkapnya.
Sejumlah dinas seperti Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Perhubungan, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, RSUD, Disdukcapil, DPMK, serta Distrik Yakora dan Babo tercatat menandatangani dokumen serah terima tanpa menerima beras sama sekali.
Tidak sampai di situ, HR yang bertugas sebagai transporter justru menjual sebagian beras ASN ke pihak lain. Temuan auditor negara memperkuat dugaan adanya manipulasi dokumen, pengalihan tanggung jawab, dan penjualan beras ASN.
Penyidik juga menemukan aliran dana Rp1,35 miliar dari PT Alton Yogantara Perkasa ke rekening RG, warga sipil yang mengaku hanya diminta meminjamkan rekening oleh RM. Dana itu lalu ditransfer ke beberapa pihak, termasuk ke rekening pribadi RM.
Audit BPKP Papua Barat mencatat kerugian negara Rp2,77 miliar. Sementara Inspektorat Jenderal Kemenkeu menemukan pelanggaran administratif terkait penyesuaian tarif ongkos angkut dari Rp3.100 menjadi Rp1.433 per kilogram tanpa prosedur.
Atas pelanggaran tersebut, PT Pos Indonesia dijatuhi denda administratif Rp5,21 miliar melalui Nota Dinas No. ND-1450/PB.1/2024. Namun penyidikan pidana tetap berlanjut karena perbuatan tersebut menimbulkan kerugian negara.
Polisi akhirnya menetapkan dua tersangka, yakni RM selaku pimpinan PT Pos Indonesia Cabang Manokwari dan HR sebagai transportir. RM ditangkap di Manado, sementara HR dibekuk di Manokwari.
Keduanya dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman penjara hingga 20 tahun. (LP5/red)














