MANOKWARI, LinkPapua.id – Pilar Demokrasi Rakyat (Pidar) Papua Barat menolak program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dijalankan pemerintah. Mereka menilai pendidikan dan kesehatan gratis jauh lebih dibutuhkan masyarakat Papua.
Penolakan itu disampaikan saat aksi solidaritas mahasiswa dan pemuda Manokwari di perempatan lampu merah Haji Bauw, Wosi, Rabu (6/8/2025). Ketua Pidar Papua Barat, Jekson Kapisa, memimpin langsung orasi dalam aksi tersebut.
Jekson menegaskan masyarakat Papua sudah mampu memberi makan anak-anak mereka setiap hari. Dia menilai negara seharusnya hadir untuk membebaskan biaya pendidikan dan layanan kesehatan.
“Kami orang tua sudah memberi makan anak-anak kami setiap hari dan kami yang lebih tahu makanan apa yang sehat untuk anak-anak kami. Maka di Papua kami lebih membutuhkan pendidikan dan kesehatan gratis,” ujarnya.
Dia juga menyoroti beratnya beban biaya pendidikan di awal tahun ajaran. Mulai dari uang pangkal hingga komite, semua menjadi tekanan bagi keluarga ekonomi lemah.
“Kemarin anak-anak kami masuk sekolah kami harus membayar uang pangkal, seragam buku hingga uang komite itu cukup memberatkan kami. Kami lebih membutuhkan pendidikan gratis bebas dari uang administrasi, seragam, buku maupun uang komite,” katanya.
Selain itu, Jekson menilai pemberian beasiswa harus menjadi fokus utama pemerintah. Sebab banyak orang tua tak sanggup membiayai pendidikan hingga perguruan tinggi.
“Kami juga ingin anak-anak kami sekolah dengan mendapatkan beasiswa hingga perguruan tinggi. Sehingga nantinya anak-anak kami akan menjadi penerus yang siap untuk membangun daerah ini,” ucapnya.
Dia juga mengkritisi mahalnya biaya pengobatan yang membuat warga enggan berobat. Menurutnya, kesehatan adalah kebutuhan utama sebelum bicara pendidikan atau pekerjaan.
“Kesehatan gratis juga lebih berguna bagi kami di Papua. Karena kesehatan adalah yang utama di atas semuanya, orang harus sehat dulu baru bisa sekolah, bekerja dan beraktivitas,” ungkapnya.
Jekson berharap tuntutan ini didengar oleh pemerintah pusat maupun daerah. Jika tidak, ia khawatir ketimpangan di Papua akan terus melebar dibandingkan daerah lain. (LP14/red)