RAJA AMPAT, LinkPapua.id – Raja Ampat kembali mengharumkan nama Indonesia dengan resmi menyandang status Cagar Biosfer Dunia dari UNESCO pada 27 September 2025. Pengakuan ini menambah daftar prestasi setelah sebelumnya ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark pada 2023.
“Dua pengakuan dunia ini UNESCO ini adalah kebanggaan kita bersama. Hal ini menjadi momentum penting untuk memperkuat arah pembangunan berkelanjutan di Raja Ampat dan memastikan bahwa keindahan serta kekayaan alam kita dapat terus diwariskan kepada generasi mendatang,” ungkap Bupati Raja Ampat Orideko Iriano Burdam di Waisai, Senin (29/9/2025).
Pengakuan Cagar Biosfer Dunia diberikan dalam sidang 37th International Coordinating Council (ICC) Program Man and the Biosphere (MAB) UNESCO di Lin’an, Hangzhou, China. Acara ini dihadiri 34 negara anggota ICC dan lebih dari 136 negara pengamat.
“Harapannya, adalah perwujudan integrated management atau manajemen pengelolaan terintegrasi ini dapat diimplementasikan penerapannya dengan pelibatan dan partisipasi seluruh pihak kunci dalam penyusunan rencana pengelolaan kawasan Cagar Biosfer Raja Ampat meliputi area inti, area penyangga dan area transisi Raja Ampat untuk mendukung zona intinya, yang kini adalah kawasan Cagar Biosfer oleh UNESCO,” ujar Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat Daya Genman S Hasibuan.
Raja Ampat kini bergabung dengan 789 Cagar Biosfer Dunia dari 136 negara. Status ini diberikan karena keanekaragaman hayati laut dan warisan geologi yang luar biasa.
Pengusulan status ini dimulai sejak 2018 oleh Pemkab Raja Ampat dan BBKSDA Papua Barat Daya. Dukungan datang dari BRIN, Kementerian Kelautan dan Perikanan, UNIMUDA Sorong, hingga Fauna & Flora Indonesia.
Cagar Biosfer Raja Ampat meliputi 13.104.345 hektar, terdiri dari Zona Inti (2.386.489 hektar), Zona Penyangga (2.317.708 hektar), dan Zona Transisi (8.400.148 hektar). Kawasan ini terletak di Segitiga Karang Dunia, wilayah Wallacea.
Status ganda UNESCO ini menempatkan Raja Ampat sejajar dengan Rinjani-Lombok, Belambangan-Ijen, dan Bantimurung-Maros Pangkep. Namun, tantangan ke depan adalah merumuskan pengelolaan multipihak jangka panjang.
Prof Maman Turjaman dari BRIN menegaskan status ini mendukung agenda global seperti Kerangka Keanekaragaman Hayati Kunming-Montreal dan Perjanjian Paris. Raja Ampat juga diharapkan jadi model pembangunan berkelanjutan.
Wakil Rektor UNIMUDA Sorong Sirojjuddin berharap status ini membuka peluang kerja sama nasional dan global. Fokusnya adalah pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk generasi muda Papua.
Meski begitu, Raja Ampat rentan terhadap ancaman aktivitas manusia dan perubahan iklim. Status Cagar Biosfer diharapkan memperkuat upaya konservasi dan kesejahteraan masyarakat lokal. (LP10/red)











