MANOKWARI, LinkPapua.com – Ombudsman RI Perwakilan Papua Barat menemukan praktik pungutan tak lazim di sejumlah sekolah di Kabupaten Manokwari. Pungutan itu dibungkus dalam bentuk pembelian buku, seragam, hingga pembayaran administrasi pembangunan.
Kepala Perwakilan Ombudsman Papua Barat, Amus Atkana, mengatakan pihaknya sedang melakukan pengawasan terhadap proses penerimaan siswa baru di tingkat SD, SMP, dan SMA/sederajat. Pengawasan ini berlangsung hingga satu bulan ke depan.
“Nantinya pengawasan ini akan dimuat dalam laporan yang akan disampaikan secara berjenjang ke tingkat nasional sebagai bahan referensi untuk melakukan perbaikan penerima murid baru tahun 2026,” ujarnya saat ditemui wartawan di Swiss-Belhotel, Jumat (25/7/2025).


Amus menyebut Ombudsman menemukan masih banyak pungutan yang hingga kini terjadi di sekolah-sekolah. Dia menilai pungutan itu tak lazim karena dikemas untuk menambah pendapatan sekolah dengan dalih pembelian buku, seragam, hingga pembangunan gedung atau pagar.
“Komite belum produktif untuk mengembangkan fungsi komite itu sendiri. Komite berfungsi untuk membantu kelancaran sekolah bukan membantu menggalang dana untuk kepentingan sekolah,” katanya.
Ombudsman menyoroti lemahnya regulasi dalam pengelolaan Dana Otonomi Khusus (Otsus) di Papua Barat. Padahal, sejumlah layanan pendidikan seharusnya digratiskan melalui dana tersebut.
“Sederhana saja. Orang Papua yang tinggal di Papua, namun dia belum merasakan manfaat dari Dana Otsus,” ucapnya.
Amus mengungkapkan masih banyak praktik pungutan yang terjadi. Dia menambahkan bahwa Ombudsman telah berkoordinasi dengan Pemda Manokwari terkait rencana regulasi pendidikan gratis yang akan diberlakukan pada 2026.
Dia menyebut saat ini belum ada alokasi Dana Otsus untuk pendidikan gratis di tingkat SD, SMP, dan SMA. Menurutnya, pungutan yang dilakukan sekolah tidak bisa sepenuhnya disalahkan karena kebutuhan operasional masih tinggi.
Namun, di sisi lain, dia menegaskan bahwa praktik pungutan tetap menyalahi aturan. Ia meminta sekolah tidak membebani siswa dengan biaya tambahan karena pendidikan adalah hak dasar setiap warga.
“Ombudsman memandang perlunya sebuah regulasi khusus yang mengatur terutama di wilayah otonomi khusus ini,” bebernya. (LP14/red)

















